Purwakarta (22/10/2019).

 

Pelaksanaan upacara kali ini berbeda dengan upacara lainnya. Upacara yang dihadiri Kapolres Purwakarta AKBP Matrius, Ketua Pengadilan Agama Drs. H. Yayan Atmaja, S.H., M.H., Kepala Kemenag Purwakarta Drs. H. Tedi Ahmad Junaedi, M.Si., Sekda Kabupaten Purwakarta Iyus Permana beserta seluruh pimpinan dinas/instansi, Ketua MUI Purwakarta KH. Jhon Dien, para ulama kyai pimpinan pondok pesantren beserta satri memperlihatkan suasana kemeriahan upacara, kesyahduan, kedamaian yang melambangkan suasana di kota santri. Keadaan mana jadi teringat sebait lagu yang pernah booming di tahun 80-an, suasana di kota santri,  asyik senangkan hati…

Perbedaan mencolok dari kostum (drescode) yang dipakai dari upacara yang pernah diadakan adalah pakaian muslim, dimana setiap pria diharuskan memakai sarung. Sandal kulit dan peci nasional warna hitam yang dipadu dengan baju taqwa (baju koko) memberikan warna kontras cara berpakaian khas santri. Kendati pun, gambaran santri yang sesungguhnya tidak an sich  pada kostum yang dipakainya. Santri itu sendiri harus dapat mengejawantahkan, memanifestasikan, mewujudkan nilai-nilai kesantrian meliputi suatu posisi, kondisi, sikap, pendirian dan sebagainya dalam kehidupan riil bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

 

Jiwa keikhlasan santri, kesederhanaan, berdikari, ukhuwah islamiyah dan jiwa bebas yang dibingkai dengan hal positif akan menjadikan santri berjiwa besar dan optimis menghadapi segala kesulitan. Nilai-nilai seperti itulah yang membawanya pada kemuliaan hidup untuk menjadi Khoirunnasi anfauhum linnasi (sebaik-baik manusia adalah yang paling dapat memberikan manfaat positif bagi manusia lainnya). Selamat berhari santri, semoga nilai-nilai kesantrian santri Indonesia dapat memberikan secercah cahaya perdamaian dunia. (yy)